Puisi"Kembalikan Indonesia Padaku" karya Taufik Ismail Kumpulan puisi lama, kumpulan puisi Tavfik Ismail, kumpulan puisi lama "Kirim saya ke Indonesia" Dua ratus juta mulut kosong di Indonesia. Masa depan Indonesia adalah bola lampu 15 watt, Ada yang putih, ada yang putih.
apa manfaat perencanaan produksi usaha pembenihan ikan hias.
› Pameran 100 Tahun Usmar Ismail diharapkan mengenalkan kembali Usmar Ismail kepada generasi muda di Ranah Minangkabau. KOMPAS/YOLA SASTRA Seorang pengunjung membaca puisi-puisi karya Usmar Ismail yang dipamerkan dalam Pameran 100 Tahun Usmar Ismail yang diadakan oleh Sako Academy dan di Padang, Sumatera Barat, Rabu 10/11/2021 malam. Pameran yang menampilkan berbagai karya Usmar ini, antara lain cuplikan gambar-gambar film, kutipan dialog film, puisi-puisi, dan lini masa kehidupan Usmar, digelar mulai 10 November hingga 10 Desember KOMPAS — Sako Academy dan menggelar Pameran 100 Tahun Usmar Ismail di Padang mulai 10 November hingga 10 Desember 2021. Selain sebagai bentuk rasa syukur atas ditetapkannya Bapak Film Indonesia itu sebagai pahlawan nasional, pameran ini juga diharapkan mengenalkan kembali Usmar Ismail kepada generasi muda di Ranah 100 Tahun Usmar Ismail digelar di Segeh Koffiehuis yang juga halaman kantor Dalam pameran, ditampilkan berbagai karya Usmar, antara lain cuplikan gambar-gambar film, kutipan dialog film, puisi-puisi, dan lini masa kehidupan Usmar. Rangkaian kegiatan juga diisi acara dialog dan lomba video baca puisi serta video blog. ”Usmar Ismail tidak hanya inspirasi bagi orang-orang di Sumbar, tetapi Usmar adalah salah seorang tokoh bangsa di awal-awal kemerdekaan kita sudah membangun identitas kebangsaan lewat film,” kata Arief Malinmudo, Direktur Sako Academy, dalam pembukaan pameran, Rabu 10/11/2021 Juga Presiden Jokowi Anugerahkan Gelar Pahlawan Nasional bagi Tokoh Empat ProvinsiPameran 100 Tahun Usmar Ismail ini merupakan yang kedua digelar di Sumbar. Pada Maret 2021, pameran juga digelar Sako Academy di Bukittinggi, kota kelahiran Usmar. Pameran ini dikurasi tiga orang, yaitu arsiparis film Lisa Bona Rahman, sutradara Riri Riza, dan sutradara Arief Malinmudo.”Kami bertiga merancang pameran ini sejak akhir 2020. Kami melabuhkan, konsep pameran ini adalah pameran yang mengembalikan Usmar untuk dekat dengan masyarakatnya,” kata Arief, sutradara film Surau dan Silek SASTRA Direktur Sako Academy Arief Malinmudo menunjukkan cuplikan gambar film ”Tiga Dara” karya Usmar Ismail kepada pengunjung dalam Pameran 100 Tahun Usmar Ismail yang diadakan Sako Academy dan di Padang, Sumatera Barat, Rabu 10/11/2021 malam. Pameran ini berlangsung mulai 10 November hingga 10 Desember lahir di Bukittinggi pada 20 Maret 1921. Ia menempuh pendidikan di Hollandsch Inlandsche School HIS Batusangkar dan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs MULO Padang. Selepas itu, Usmar merantau untuk melanjutkan pendidikan dan meniti karier di bidang pertama yang disutradarai Usmar, Darah dan Doa, pada 1950 merupakan film nasional pertama. Hari pertama pengambilan gambar film ini pada 30 Maret 1950 dijadikan insan film sebagai Hari Film Nasional. Usmar juga diangkat sebagai Bapak Perfilman hidupnya yang tak genap 50 tahun, Usmar yang juga dikenal sebagai sastrawan, tokoh teater, wartawan, dan pejuang kemerdekaan telah memproduksi 33 film, antara lain Pedjuang 1960, Enam Djam di Djogja 1956, Tiga Dara 1956, dan Asrama Dara 1958. Film Pedjuang menyabet penghargaan dalam Festival Film Internasional Moscow pada menjelaskan, sebagai putra Minangkabau, Usmar juga memasukkan budaya daerah asalnya dalam karya, misalnya dalam film Harimau Tjampa 1953. Dalam film itu, ia menawarkan gagasan baru, yang mungkin belum dimiliki Hollywood pada masa itu, dengan menggunakan pola bertutur randai sebagai transisi di dalam Usmar tidak memperlagakkan identitas keminangannya itu. ”Namun, hal itu dipergunakan Usmar untuk mengomunikasikan sebuah identitas kebangsaan ke dunia luas. Ia mengamplifikasi sebuah negara yang belum genap 10 tahun merdeka, tetapi sudah punya identitas kebangsaan yang kuat, salah satunya lewat Harimau Tjampa,” ujar mengamplifikasi sebuah negara yang belum genap 10 tahun merdeka, tetapi sudah punya identitas kebangsaan yang Andri El Faruqi mengatakan, pameran ini merupakan bentuk acara syukuran atas penganugerahan gelar pahlawan nasional terhadap Usmar Ismail. Selain itu, pameran ini diharapkan pula bisa lebih mengenalkan lagi sosok Usmar Ismail kepada generasi muda.”Selain pameran, kami juga akan mengisi kegiatan dengan lomba video baca puisi, lomba vlog di tempat pameran. Tujuannya agar generasi milenial bisa mengenal sosok Usmar Ismail,” kata Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bappeda Sumbar Medi Iswandi, yang membuka pameran, mengatakan, mungkin tidak semua orang tahu, termasuk media, bahwa Usmar lahir dan dibesarkan di Sumbar. ”Sejarahnya jarang diungkap. Yang lebih kita kenal, Usmar Ismail merupakan sebuah gedung pusat perfilman yang ada di Ibu Kota,” kata Juga ”A Thousand Cuts”, Ketika Demokrasi Disayat dan Pers DibungkamKOMPAS/YOLA SASTRA Suasana acara pembukaan Pameran 100 Tahun Usmar Ismail yang diadakan Sako Academy dan di Padang, Sumatera Barat, Rabu 10/11/2021 malam. Pameran yang menampilkan berbagai karya Usmar ini, antara lain cuplikan gambar-gambar film, kutipan dialog film, puisi-puisi, dan lini masa kehidupan Usmar, digelar mulai 10 November hingga 10 Desember Usmar sebagai pahlawan nasional menambah daftar pahlawan nasional dari Sumbar. Uniknya, sebagian besar pahlawan dari Ranah Minang tidak berjuang dengan senjata, tetapi dengan akalnya, melalui diplomasi, politik, tulisan, dan pikiran. Fakta ini diharapkan bisa menginspirasi generasi muda Sumbar masa kini.”Itu membuktikan bahwa Sumbar adalah tempatnya orang-orang hebat. Tempatnya orang-orang yang siap mengorbankan diri dalam membangun negeri ini. Pameran ini diharapkan bisa mengenalkan Usmar Ismail dan menginspirasi anak-anak muda sekarang,” tutur Medi.
PUISI WAJIB KITA ADALAH PEMILIK SYAH REPUBLIK INI Karya Taufiq Ismail dari Tirani dan Benteng, 1993 Tidak ada lagi pilihan Kita harus berjalan terus Karena berhenti atau mundur berarti hancur apakah akan kita jual keyakinan kita dalam pengabdian tanpa harga akan maukah kita duduk satu meja dengan para pembunuh tahun yang lalu dalam setiap kalimat yang berakhiran “Duli Tuanku!” Tidak ada lagi pilihan Kita harus berjalan terus Kita adalah manusia bermata sayu, Yang di tepi jalan mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh Kita adalah berpuluh juta yang bertahan hidup sengsara Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama Dan bertanya-tanya diam inikah yang namanya merdeka Kita yang tak punya dengan seribu slogan Dan seribu pengeras suara yang hampa suara Tidak ada lagi pilihan Kita harus berjalan terus PUISI PILIHAN KEPADA SEORANG AYAH YANG BERBAHAGIA Karya Ida at DeKalb, DeKalb, June 10, 1999 Kubayangkan butir air mata memenuhi pelupuk matamu saat kau membacakan baris-baris kasih sayang kepada buah hatimu Kusapa, ada beberapa butir air mata menggantung di sukmaku hendak menyeruak ke dunia menemani keharuanmu Tak ada yang dapat kuucapkan hari ini seperti hari kemarin, aku hanya bisa membisu coba kutulis beberapa kata ungkapan kehormatan kepadamu yang kini duduk menyaksikan ilham Allah merasuki tulang-tulang tuamu. Adakah aku akan melihat orang tuaku sebahagia lantunan nyanyian hatimu yang hendak menempuh tahap tertinggi kodrat manusia? aku merenung menggores bayangan butiran air matamu yang terdorong keluar oleh kebahagiaan aku berusaha menutupi jalan untuk air mataku yang tak sanggup menahan keharuan menuntut jalan keluar, mungkin hendak berteman dengan air matamu DOA Karya Puisi oleh Chairil Anwar Tuhanku dalam termanggu ku sebut namu Mu biar susah sungguh mengingat Kau penuh seluruh Tuhanku cahaya Mu panas suci bagai kerdip lilin di kelam sunyi Tuhanku aku hilang bentuk kembara di negeri asing Tuhanku dipintuMu ku ketuk aku tak bisa berpaling. DISERANG RASA Karya Usmar Ismail Apa hendak dikata Jika rasa bersimaharajalela Di dalam batin gelisah saja Seperti menanti suatu yang hendak tiba Pastilah harapan berkelap-kelip Tak hendak padam, hanyalah lemah segala sendi Bertambah kelesah hati yang gundah Sangsi, kecewa, meradang resah Benci, dendam……..rindu, cinta……… Ah, hujan rinai di waktu angin Bertiup kencang memercik muka Kemudian reda………tenang…….. di dalam air mata bergenang kembali harapan, kekuatan semakin nyata dari yang sudah-sudah, sebelum jiwa diserang rasa JALAN RAYA IBU KOTA Karya Leon Agusta Kudengar topan menggertak dan angin menerjang “Apakah belum lagi siap; aku tak akan pernah siap” Bahkan untuk tidur Tapi aku tertidur juga Diayunkan deru cemas Dinyanyikan jeritan badai Sampai pagi yang pucat Membangunkanku “dalam tidur, mimpi buruk selalu mengejarku” Pagi hari Musim tampak memanjang oleh cahaya yang rebah Dari timur Dan kabut masih kental mendekap jendela Kutatap Koran pagi yang terhantar lemas di atas meja “Cinta kekaksihku lenyap di jalan raya” “Dendam kekasihku berkeliaran di jalan raya” Aku cemas sebab aku belum kemas untuk menyempatnya Di senja penghabisan; di jaringan jalan raya ibu kota Berdebaran aku menunggu begitu gairah Mendengar nyanyian dan bisikannya Walau mimpi buruk selalu mengejar KEPADA KI HAJAR DEWANTARA Karya Sanusi Pane, 1957 Dalam kebun di tanah airku Tumbuh sekuntum bunga teratai Tersembunyi kembang indah permai Tiada terlihat orang yang lalu Akhirnya tumbuh di hati dunia Daun bersemi, laksmi mengarang Biarpun dia diabaikan orang Seroja kembang gemilang mulia teruslah, o, teratai bahagia berseri di kebun Indonesia biarkan sedikit penjaga taman biarpun engkau tidak terlihat biarpun engkau tidak diminat engkau turun menjaga taman SAJAK PUTIH Oleh Rachmat Djoko Pradopo Bersandar pada tari warna pelangi Kau depanku bertudung sutra senja Di hitam matamu kembang mawar dan melati Harum rambutmu mengalun bergelut senda Sepi menyanyi, malam dalam noda tiba Meriak muka air kolam jiwa Dan dalam dadaku memerdu lagu Menarik menari seluruh aku Hidup dari hidupku, pintu terbuka Selama matamu bagiku menengadah Selama kau darah mengalir dari luka Antara kita mati datang tidak membelah…….. SENJATA Karya Oleh Abdul Wahid Situmeang Keringat mengucur darah memancur Dari dada pahlawan yang gugur Panji perjuangan pantang mundur Merebut tampuk hari Serta menggenggamnya dalam kepalan Dalam arus waktu yang menghapus kesabaran Senjata kita adalah keringat Senjata kita adalah darah Keringat dan darah dari jiwa yang luhur SURAT DARI IBU Karya Asrul Sani Pergi ke dunia luas anakku sayang Pergi ke hidup bebas! Selama angin masih angin buritan Dan matahari pagi menyinar daun-daunan Dalam rimba dan padang hijau Pergi ke laut lepas anakku sayang Pergi ke alam bebas! Selama hari belum petang Dan warna senja belum kemerah-merahan Menutup pintu waktu lampau Jika bayang telah pudar Dan elang laut pulang ke sarang Angin bertiup ke benua Tiang-tiang akan kering sendiri Dan nahkoda sudah tahu pedoman Boleh engkau datang padaku! Kembali pulang anakku sayang Kembali ke balik malam! Jika kapalmu sudah rapat ke tepi Kita akan bercerita “Tentang cinta dan hidupmu pagi hari” IBUKU DAHULU Karya Amir Hanzah dari Nyanyi Sunyi Ibuku dahulu marah padaku Diam dia tiada berkata Aku pun lalu merajut pilu Tiada peduli apa terjadi Matanya terus mengawas aku Walaupun bibirnya tiada bergerak Mukanya masam menahan sedan Hatinya pedih karena lakuku Terus aku berkesan hati Menurutkan setan mengacau balau Jurang celaka terpandang di muka Kusongsong juga biar cedera Bangkit ibu dipegangnya aku Dirangkumnya segera dikulupnya serta Dahiku berapi pancaran neraka Sejuk sentosa turun ke kalbu Demikian engkau Ibu, bapa, kekasih pula Berpadu satu dalam dunia ANTARA TIGA KOTA Oleh Emha Ainun Najib dari Sajak-Sajak Sepanjang Jalan Di yogya aku lelap tidur Angin disisiku mendengkur Seluruh kota pun bagai dalam kubur Pohon-pohon semua mengantuk Di sini kamu harus belajar berlatih, tetap hidup sambil mengantuk kemanakah harus kuhadapkan muka agar seimbang antara tidur dan jaga? Jakarta menghardik nasibku Melecut menghantam pundakku Tiada ruang bagi diamku. Matahari melototiku Bising suaranya mencampakkanku, Jatuh bergelut debu Kemanakah harus kuhadapkan muka Agar seimbang antara tidur dan jaga? Surabaya seperti di tengahnya Tak tidur seperti kerbau tua Tak juga membelalakkan mata Tapi di sana ada kasihku, Yang hilang kembangnya. Jika aku mendekatinya Kemanakah harus kuhadapkan muka Agar seimbang antara tidur dan jaga? KARANGAN BUNGA Oleh Taufiq Ismail Tiga anak kecil Dalam langkah malu-malu Datang ke Salemba Sore itu Ini dari kami bertiga Pita hitam pada karangan bunga Sebab kami ikut berduka Bagi kakak yang ditembak mati Siang tadi YANG KAMI MINTA HANYALAH Karya Taufiq Ismail Yang kami minta hanyalah sebuah bendungan saja Penawar musin kemarau dan tangkal bahaya banjir Tentu bapa sudah melihat gambarnya di koran kota Tatkala semua orang bersedih sekadarnya Dari kaki langit ke kaki langit air membusa Dari tahun ke tahun ia datang melanda Sejak dari tumit, ke paha lalu lewat kepala Menyeret semua Bila air surut tinggallah angin menudungi kami Di atas langit dan di bawah lumpur di kaki Kelepak podang di pohon randu Bila tanggul pecah tinggallah runtuhan lagi Sawah retak-retak berebahan tangkai padi Nyanyi katak bertalu-talu Yang kami minta hanyalah sebuah bendungan saja Tidak tugu atau tempat main bola Air mancur warna-warni Kirimlah kapur dan semen Insinyur ahli Lupakan tersianya sedekah berjuta-juta Yang sampai kepada kami Bertahun-tahun kita merdeka, bapa Yang kami minta hanya sebuah bendungan saja Kabulkanlah kiranya TERIMA KASIH KEPADA PAGI Karya Subagjo Sastrowardojo Terima kasih kepada pagi Yang membawa nyawaku Pulang dari kembara Di laut mimpi gelombang begitu tinggi Dan bulan yang berlayar tenggelam di kelam badai Terenggut dari pantai Aku berteriak minta matahari Pagi Terima kasih Jejak kaki Masih tertinggal Di pasir sepi PEREMPUAN-PEREMPUAN PERKASA Perempuan-perempuan yang membawa bakul di pagi buta, Dari manakah mereka Ke stasiun kereta mereka datang dari bukit-bukit desa Sebelum peluit kereta pagi terjaga Sebelum hari bermula dalam pesta kerja Perempuan-perempuan yang membawa bakul dalam kereta Kemanakah mereka Di atas roda-roda baja mereka berkendara Mereka berlomba dengan surya menuju gerbang kota Merebut hidup di pasar-pasar kota Perempuan-perempuan yang membawa bakul di pagi buta, Siapakah mereka Mereka ialah ibu-ibu yang perkasa Akar-akar yang melata dari tanah perbukitan turun ke kota Mereka cinta kasih yang bergerak menghidupi desa demi desa PRIANGAN SI JELITA Karya Ramadhan KH dari Priangan si Jelita, 1965 Seruling di pasir ipis, Merdu antara gundukan pohon pina Tembang menggema di dua kaki Burangrang – Tangkuban perahu Jamrut di pucuk-pucuk Jamrut di air tipis menurun Membelit tangga di tanah merah Dikenal gadis-gadis dari bukit Nyanyikan kentang sudah digali, Kenakan kebaya merah ke pewayangan Jamrut di pucuk-pucuk Jamrut di hati gadis menurun KRAWANG BEKASI Karya Chairil Anwar Dari Aku ini Binatang Jalang, Koleksi sajak 1942 – 1949 Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi. Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami, Terbayang kami maju dan berdegap hati? Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu. Kenang-kenanglah kami. Kami sudah coba apa yang kami bisa Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa Kami sudah beri kami punya jiwa Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan Arti 4 – 5 ribu nyawa Kami Cuma tulang-tulang berserakan Tapi adalah kepunyaanmu Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan Ataukah jiwa kami melayang Untuk kemerdekaan kemenangan Dan harapan atau tidak untuk apa-apa, Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata Kaulah sekarang yang berkata Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak Kenang, kenanglah kami Teruskan, teruskan jiwa kami Mengapa Bung Karno Mengapa Bung Hatta Mengapa Bung Syahrir Kami sekarang mayat Berilah kami arti Berjaga terus di garis batas pernyataan Dan impian Kenang, kenanglah kami yang tinggal tulang-tulang diliputi debu Beribu kami terbaring antara Krawang – Bekasi
Puisi Citra Karya Usmar Ismail Citra Citra, engkaulah bayangan, waktu subuh mendatang. Citra, kau gelisah malam dalam kabut suram! Kau dekap malam kelam pelukan penghabisan, Kau singkap tirai kabur dan selubung. Tenggelam kau jumpai dalam riba malam Kau buka pagi baru senja nyawamu Citra, kau bayang -an abadi dalam kabur fajar. Puisi Citra Karya Usmar Ismail
Usmar Ismail dan Contoh Puisinya - Sastrawan yang akan kita bahas biodata dan contoh karya sastranya saat ini adalah Usmar Ismail. Beliau lahir 20 Maret 1921 di Bukittinggi, Sumatera Barat, meninggal tahun 1971 di Jakarta. Pendidikannya di AMS-A II Yogyakarta dan Sekolah Menengah Tinggi Jakarta sampai tamat 1943.Di zaman pendudukan Jepang, Usmar Ismail mulai menulis puisi, cerita pendek, esai, dan drama. Kemudian kegiatannya mengarah pada dunia film dia menjadi sutradara dan menulis skenario film, terkadang juga menjadi juri festival masa pendudukan Jepang, beliau mendirikan Sandiwara Maya awal tahun 1944 sebagai imbangan terhadap badan propaganda Pusat Kebudayaan. Sesudah Indonesia merdeka, beliau pindah dari Jakarta ke Yogya dan mendirikan majalah Tentara dan Patriot. Majalah-majalah ini berubah menjadi surat kabar harian dan majalah kebudayaan dan kesusastraan Arena. Sesudah Aksi Militer II Desember 1948, beliau yang berprofesi sebagai wartawan-politik Antara datang ke Jakarta, sempat ditahan Belanda empat bulan atas tuduhan ambil bagian dalam aksi dari tahanan beliau memperdalam pengetahuannya dalam dunia film, dengan masuk South Pacific Film Corporation. Dia pun mendirikan Perusahaan Film Nasional Indonesia Perfini, 1950. Lalu mengikuti kuliah di fakultas Theatre Arts pada University of California di Los Angeles atas biaya Rockefeller Foundation awal tahun 1952 selama delapan bulan. Kemudian meninjau Eropa Barat, terutama karya-karya sastranya Tempat yang Kosong, Mutiara dari Nusa Laut 1944, Sedih dan Gembira 1948, Puntung Berasap 1950, dan Mengupas Film 1983, editor Siahaan. Sejumlah karya lainnya ada dalam antologi Gema Tanah Air 1949 susunan Jassin dan Kesusastraan Indonesia di Masa Jepang 1948 susunan Jassin pula. Berikut 5 contoh puisi Usmar Ismail yang bisa sobat RasaApa hendak dikataJika rasa bersimarajalelaDi dalam batin gelisah sajaSeperti menanti suatu yang tak hendak tibaPelita harapan berkelip-kelipTak hendak padam, hanyalah lemah segala sendiBertambah kelesah hati yang gundahSangsi, kecewa, meradang resahbenci, dendam...........rindu, cinta......... Ah hujan rinai di waktu anginbertiup kencang memercik mukakemudian reda............ tenang.......Didalam mata air bergenangKembali harapan, kekuatan semakin nyataDari yang sudah-sudah, sebelum jiwaDiserang rasa........................ Caya Merdeka Kepada Tanah Airku Sekali aku terbangun dalam cerkammu, Dari dalam jurang yang gelap-hitamKau renggut aku hingga akar-jiwakuKau angkat aku membubungMenatap wajah Suria Merdeka..............Buta aku disorot nikmat sinar gemilang,diseret hanyut gelora asmaramu,kemudian kau lemparkan dakuke pantai tiada nyata!Telah kau remuk akuBersatu padu dengan sinarmuTak mungkin aku kan surut lagiSampai airmu lipur cayamu dalam matiku...........Akan mengembus anginDari tepi kuburku ke tiap penjuru,Membawa nikmat Caya Merdeka ................Dan Sujudlah aku Di hadirat Tuhanku menungguPutusan akhirku di dunia baka! Kita Berjuang Terbangun aku, terloncat pandang jauh keliling,Kulihat hari tlah terang, jernihlah falakTelah lamalah kiranya fajar menyingsing Kuisap udaraLegalah dada,Kupijak tanahTiada bisikanHatiku rawan“Kita berperang ,Kita berjuang!”Sebagai dendang menyayu kalbuBangkitlah hasrat damba nan larangIngin ke medan ridlah menyerbu“Beserta saudara turut berjuang!” CitraCitra, engkaulah bayanganWaktu subuh mendatangCitra, kau gelisah malamDalam kabut suramKau dekap malam kelamPelukan penghabisanKau singkap tirai kabutDan selubung Tenggelam kau jumpaiDi dalam rimba malamKau buka pagi baruSenja nyawamuCitra, kau bayang abadiDalam kabut fajar Kudengar Adzan Kudengar adzanmu diwaktu subuh Memudja Tuhan berharap ada lindungan,Suaramu menjebar benih jakinku tumbuhKali ini, engkaulah pembawa gemilang zamanDalam badanku lemas dingin sekudjurMengalir darah tjair memanas......
kumpulan puisi karya usmar ismail